Dieng Plateau
Dieng ialah tujuan perjalanan saya kali ini. Dataran tinggi ini terletak pada kawasan Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara. Kata Dieng berasal dari bahasa Sansekerta "Di" yang artinya tempat tinggi dan "Hyang" yang artinya kayangan, maka dapat diartikan sebagai tempat tinggi bagi para dewa dewi. Pada perjalanan ini saya tidak sendiri karena sahabat traveling saya sudah menunggu terlebih dahulu di Jogja.

Hari itu matahari bersinar cerah dan tepat pukul 10.00 saya berangkat meninggalkan Bogor menuju Jogja. Untuk ke Dieng rute yang kami pilih adalah melalui Jogja. Salah satu alasannya karena sahabat traveling saya ini memang tinggal disana. Jadi akan lebih efektif jika dibandingkan kalau kami bertemu langsung di kota lain.

Untuk menuju Jogja alat transportasi yang saya pilih adalah kereta api. Setelah sampai di stasiun terakhir, akhirnya saya sampai juga di Stasiun Jakarta Kota. Dari stasiun ini saya segera berpindah ke kereta yg akan membawa saya ke kota budaya itu. Akhirnya tepat pukul 12.00 kereta yang saya naiki pun berangkat. Kala itu kereta yang saya pilih adalah Gaya Baru Malam Selatan dengan tujuan akhir Surabaya.

Alat transportasi masal ini nampak lengang saat meninggalkan Stasiun Jakarta Kota. Ketika memasuki Stasiun Senen keheningan pun terpecahkan oleh suara orang-orang yang hendak masuk menaiki kereta ekonomi ini. Selama perjalanan saya disuguhkan oleh tangisan anak kecil, ibu-ibu dan bapak-bapak yang saling berbincang dengan kerabat mereka, bahkan tidak sedikit yang tertidur dengan pulasnya. Keramahtamahan mereka terlihat saat mengeluarkan perbekalan, tidak sedikit dari mereka yang menawarkan makanan pada orang yang duduk disekitar mereka. Tidak terkecuali, saya pun turut menikmati keramahan dari orang yang duduk disekitar saya.

Hari menjelang sore dimana cahaya matahari begitu terang menyinari dalam gerbong melalui kaca-kaca kereta. Ketika hawa menjadi panas dan gerah tentunya hanya dengan berkipasanlah yang mampu meredakan rasa panas. Saat menaiki kereta ini jangan membayangkan seperti berada dalam kereta eksekutif. Dimana keringat saja tidak akan menetes sedikit pun. Ketika kereta berhenti di stasiun tertentu akan terdengar suara nyanyian pengamen serta sautan para penjaja makan dan minuman. Kereta ekonomi saat ini sudah jauh lebih baik dibandingkan dahulu. Tiket yang dijual hanyalah tiket duduk, dan tiket berdiri sudah tidak diberlakukan lagi. Keamanan yang baik dan penertiban pedangan pun sudah mulai tampak di kereta yang harga tiketnya jauh dibawah harga tiket kereta bisnis, ekoAC, dan eksekutif. Suasana inilah yang tidak akan anda jumpai di kereta eksekutif dan tentunya semakin mewarnai perjalanan saya kali ini.

Setelah menempuh perjalanan selama 9 jam akhirnya saya pun turun dari kereta dan sampai di Stasiun Lempuyangan, Yogjakarta. Di gerbang luar stasiun nampak seorang wanita berjilbab telah menanti kedatangan saya di kotanya. Dialah Rieke "Ownenk" sahabat traveling saya kali ini. Karena waktu sudah larut dan perut terasa lapar, akhirnya sebelum menuju rumah Rieke kamipun penyempatkan diri mampir di salah satu angkringan yang ada. Perjalanan menuju Dieng pun kami lakukan keesokan harinya.

Sayup-sayup terdengar suara adzan subuh menandakan waktu telah pagi dan kami pun siap berpetualang menuju negeri para dewa. Perjalanan kami mulai sejak pukul 06.30 dan butuh waktu sekitar 15 menit untuk akhirnya sampai di Terminal Jombor. Melalui terminal ini kami akan menaiki bus jurusan Jogja-Magelang. Dibutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan untuk akhirnya sampai di terminal Magelang. Pukul 08.15 kami pun sampai dipemberhentian terakhir bus Jogja-Magelang. Di luar pintu masuk terminal kami langsung disambut oleh para kernek bus yang berebut mencari penumpang. Tak jauh dari depan gerbang terdapat sebuah bus kecil jurusan Magelang-Wonosobo. Tanpa menunggu lama bangku bus yang kami naiki seketika penuh dengan para penumpang dan perjalanan pun siap dilanjutkan.

Dieng
Rute perjalanan ini akan melewati kota Secang, Temanggung, Parakan dan Keretek. Selama perjalanan kondisi lalu lintas lancar tidak ramai seperti di kota besar lainnya. Selama perjalanan kami disuguhkan oleh pemandangan pepohonan, gunung dan tentunya pasar tradisional. Ketika memasuki kota Wonosobo udara sejuk mulai terasa walaupun matahari cerah bersinar. Setelah melewati dua jam perjalanan akhirnya kami sampai di terminal Wonosobo. Untuk melanjutkan ke Dieng kami harus menaiki angkutan umum menuju persimpangan jalan besar dimana bus-bus tujuan Dieng banyak ditemukan.

Perjalanan pun kami lanjutkan kembali dengan menaiki bus tersebut. Selama perjalanan kami dimanjakan dengan pemandangan beberapa gunung di sisi kanan kiri serta hawa dingin yang semakin lama semakin terasa. Jalanan yang semakin menanjak dan berkelok mendakan semakin dekatnya kami dengan tujuan akhir perjalanan ini. Selama perjalanan pun aroma bawang cukup terasa, karena pada saat itu sedang musim panen. Nuansa religi begitu kental terasa di kota ini. Banyak sekolah-sekolah Islam berdiri di sana. Tidak jarang pula kami melihat para siswa yang berjalan kaki pulang dari sekolah menuju rumah-rumah mereka.

Empat puluh lima menit adalah waktu yang kami butuhkan untuk akhirnya mencapai dan menginjakkan kaki di negeri para dewa ini. Suasana yang cukup terik karena saat itu kami sampai sekitar pukul 11.45. Hawa yang terasa cukup dingin karena ketinggian dataran ini yang mencapai lebih dari 2000 meter dpl. Mencari penginapan yang murah tentunya menjadi tujuan pertama kali ketika menginjakan kaki disana. Akhirnya kami mendapatkan penginapan yang murah dengan fasilitas yang cukup untuk berlindung dari dinginnya udara malam nanti. Ketika malam suhu udara di Dieng dapat mencapai kurang dari 10 derajat Celsius. Dapat dibayangkan bagaimana dinginnya bukan.

Mie Ongklok
Ketika menyambangi kawasan ini tidak lupa kami mencicipi Mie Ongklok khas Wonosobo. Mie ini hampir mirip dengan mie ayam pada umumya tapi tetap berbeda rasanya dengan mie ayam yang biasa kita jumpai di kota-kota besar. Bentuknya yang sedikit basah (agak nyemek-nyemek) dan tambahan sate menjadikannya berbeda dengan lainnya. Tak jauh dari lokasi penjual Mie Ongklok terdapat penjual es dawet durian. Walaupun jemari tangan terasa mulai kaku tetap saja penjual es yang ramai dikunjungi oleh pembeli itu tetap kami sambangi. Ternyata apa yang dilihat dan dipikirkan sesuai dengan kenyataannya. Rasa es dawet ini cukup nikmat. Dawet asli yang terbuat dari tepung beras serta tambahan gula jawa yang harum dan legit membuat kami melupakan sejenak hawa dingin yang menusuk tulang.

Petualangan kami pun segera dimulai. Dengan menyambangi Telaga Warna, Goa-Goa yang ada, Kawah Sikidang, ke beberapa komplek candi dan tentunya menikmati sunrise di puncak Gunung Sikunir.

Ketika anda berkunujung ke tempat ini terdapat beberapa makanan yang dapat dijadikan buah tangan seperti keripik dan yang khas adalah manisan Carica. Selain itu ketika hawa dingin merasuk dimalam hari akan lebih nikmat jika meminum Purwoceng. Minuman ini berfungsi untuk memberikan rasa hangat pada tubuh.


Rincian Biaya Perjalanan Bogor-Yogjakarta-Dieng :
  • Bogor-Jakarta (Commuter Line )  :  7.000 (sekarang naik jadi 9.000)
  • Jakarta-Yogjakarta (Kereta GB Malam Selatan) : 33.500
  • Jogja-Magelang (bus) : 8.000
  • Magelang-Wonosobo (bus) : 16.000
  • Wonosobo-Dieng (angkot + bus) : 2.000 + 8.000
  • Penginapan : 50.000/malam (diisi dua orang jadi per orang 25.000) 
Biaya yang saya keluarkan untuk sekali perjalanan adalah 74.500 IDR (tanpa biaya penginapan) dan ongkos pulang pergi hanya merogoh kocek 149.000 IDR. Dengan budjet sekitar 300.000 IDR saya rasa cukup untuk bekal selama perjalanan dari Bogor-Dieng. Jadi dengan budget terbatas siapa bilang tidak bisa berpetualang.